Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada orang miskin
Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada perang
Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada bencana alam
Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada tangisan
Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada kesedihan
Jika aku Tuhan...
Ngga akan ada kesusahan
Jika aku Tuhan...
Nggak akan ada ketamakan
Jika aku Tuhan...
Nggak aka nada kesombongan
Namun sayang aku bukan TUHAN
Nancy Tenlima
Memfalisitasi Kekonyolan
Entah karena budaya, atau mungkin kebiasaan kita dari kecil, sadar atu tidak, kita telah di latih sedari kecil untuk memfasilitasi kekonyolan. Belajar untuk menghadapinya, dan tentu, menerimanya dengan lapang dada dan pikiran lurus.
Terlalu banyak hal memalukan yang kita amati setiap hari dan terlalu banyak kejadian tidak menyenangkan yang menjadi sanggahan mata kita sehari-hari. Ini hal yang menyedihkan tentunya. Tinggal di Negara berkembang yang penuh dengan keanekaragam dan perbedaan, tidak sedikit pun memberi warna pada hidup kita. Kita sebagai manusia Indonesia telah dilatih untuk menerima dan merespon semua yang kita terima sehari-hari. Namun nampaknya semua kekonyolan dalam kejadian sehari-hari masih dianggap kurang, masih kurang mengena ke emosi (seperti kata orang), lalu jadilah ini sebuah permainan uang, ya, untuk mempermainkan emosi orang.
Kira-kira begitu awal mulanya SINETRON, sebuah kolom memalukan dalam hidup kita sebagai bangsa Indonesia. Televisi yang seharusnya berfungsi sebagai kontrol moral menjadi sebuah permainan uang, dimana itikad pun menjadi tidak penting. Terlalu banyak contoh kekonyolan yang memalukan yang kita serap dari menonton sebuah sinetron. Berbagai macam cara untuk meng-over-expose kehidupan orang, belum lagi ditambah media blow up yang semakin luar biasa. Hal yang tadinya memalukan itu mendadak berubah menjadi menjijikan.
Berbagai macam cara untuk menjadikan sinetron sebagai medan uang, tanpa mengindahkan lagi arti seni dan kelayakan sebuah tontonan. Ini menjadi yang virus yang entah mengapa menjangkiti seisi negeri ini. Semua yang ada dalam sinteron ada sebuah dunia superficial yang diciptakan oleh si empunya uang untuk mempercantik situasi Negara kita yang tidak semakin cantik. Yang kaya menjadi terlalu kaya, yang miskin dibikin terlalu miskin, yang cantik selalu berlebihan dan yang jelek menjadi olok-olok sehari. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah ini semua menjadi sebuah kenikmatan sehari-hari.
Ditambah lagi dengan dialog-dialog bodoh yang tidak berisi dan masalah-masalah dilematis yang di-over-expose, sinetron menjadi ladang untuk memfasilitasi kekonyolan, dan turut serta membodohi Negara kita.
yah, andaikata seniman lebih dihargai, mungkin tidak akan seperti ini.
Terlalu banyak hal memalukan yang kita amati setiap hari dan terlalu banyak kejadian tidak menyenangkan yang menjadi sanggahan mata kita sehari-hari. Ini hal yang menyedihkan tentunya. Tinggal di Negara berkembang yang penuh dengan keanekaragam dan perbedaan, tidak sedikit pun memberi warna pada hidup kita. Kita sebagai manusia Indonesia telah dilatih untuk menerima dan merespon semua yang kita terima sehari-hari. Namun nampaknya semua kekonyolan dalam kejadian sehari-hari masih dianggap kurang, masih kurang mengena ke emosi (seperti kata orang), lalu jadilah ini sebuah permainan uang, ya, untuk mempermainkan emosi orang.
Kira-kira begitu awal mulanya SINETRON, sebuah kolom memalukan dalam hidup kita sebagai bangsa Indonesia. Televisi yang seharusnya berfungsi sebagai kontrol moral menjadi sebuah permainan uang, dimana itikad pun menjadi tidak penting. Terlalu banyak contoh kekonyolan yang memalukan yang kita serap dari menonton sebuah sinetron. Berbagai macam cara untuk meng-over-expose kehidupan orang, belum lagi ditambah media blow up yang semakin luar biasa. Hal yang tadinya memalukan itu mendadak berubah menjadi menjijikan.
Berbagai macam cara untuk menjadikan sinetron sebagai medan uang, tanpa mengindahkan lagi arti seni dan kelayakan sebuah tontonan. Ini menjadi yang virus yang entah mengapa menjangkiti seisi negeri ini. Semua yang ada dalam sinteron ada sebuah dunia superficial yang diciptakan oleh si empunya uang untuk mempercantik situasi Negara kita yang tidak semakin cantik. Yang kaya menjadi terlalu kaya, yang miskin dibikin terlalu miskin, yang cantik selalu berlebihan dan yang jelek menjadi olok-olok sehari. Dan yang lebih menyedihkan lagi adalah ini semua menjadi sebuah kenikmatan sehari-hari.
Ditambah lagi dengan dialog-dialog bodoh yang tidak berisi dan masalah-masalah dilematis yang di-over-expose, sinetron menjadi ladang untuk memfasilitasi kekonyolan, dan turut serta membodohi Negara kita.
yah, andaikata seniman lebih dihargai, mungkin tidak akan seperti ini.
Swankglossy Bahasa Indonesia versi beta
Untuk memenuhi permintaan pembaca untuk Swankglossy dalam bahasa Indonesia, maka Swankglossy pada hari ini menerbitkan edisi komplemen beta (percobaan) yang mentargetkan untuk mengenalkan Swankglossy media ke pembaca bahasa Indonesia.
Swankglossy adalah Majalah Online Swanky Lifestyle yang membahas mengenai Fashion, Entertaiment, Beauty, Health, Tips Travel, Review Buku, Film, Acara, Berita, Foto dan lainnya secara Swanky.
Swankglossy adalah Majalah Online Swanky Lifestyle yang membahas mengenai Fashion, Entertaiment, Beauty, Health, Tips Travel, Review Buku, Film, Acara, Berita, Foto dan lainnya secara Swanky.
Fotoshoot Ussy untuk Swankglossy
Foto Behind the Scene dengan penyanyi cantik Ussy, Javamusikindo untuk Swankglossy.com The Look edisi Februari 08. Track oleh Ussy. Lagu Klik
Subscribe to:
Posts (Atom)